Sajakku Mati Suri
Sajakku telah mati terbaring
Tintanya kering, diksinya kerontang bagai ranting
Tiada lagi melodi yang menari di kelamnya mimpi-mimpi
Dinding kamar pun terlalu sibuk melempar caci maki
Lantas, ia datang bagai pangeran penghuni kastil di atas awan,
Meniupkan ruh pada puisi yang terbenam di larutnya malam
Dengan erat tangannya menggenggam penuh kepastian,
Mengajakku terbang bersama ke kehampaan; mengelilingi langit malam tanpa bintang-bintang
Namun, sayap-sayapnya ia tanggalkan demi menapak di bumi
Bagai dicekoki dekonstruksi tanpa henti, sanubariku kian berfluktuasi
Sajakku bagai mati suri, bangkit kembali tetapi disayat lagi, dan lagi
Haruskah aku pergi? Atau ikut menapaki bumi tanpa alas kaki?
Pada akhirnya kaleidoskop malam hari mengantarku pada aforisme-aforisme sendu
Padahal, aku hanya ingin teralienasi bersamamu, menyeduh rindu sembari tenggelam dalam halaman buku yang telah berdebu